"Orang bekerja untuk
mendapatkan uang dengan harapan selanjutnya dia bisa bersenang senang,
bertamasya dll, tetapi Tuhan hanya memberikan waktu 24 jam sehari, semakin dia
bekerja keras, semakin bagus karier atau usahanya, semakin banyak uang yang
didapat, tapi semakin dia tdk memiliki waktu untuk bersenang senang"
"semakin banyak keluarga double
income, tetapi angka perceraian semakin tinggi, fancier home but broken
home"
"semakin banyak experts seharusnya
semakin banyak hal terselesaikan, tetapi semakin banyak experts malah semakin
banyak problem yang ditimbulkan karena semua merasa paling benar"
Begitulah yang terjadi disekitar
kita, banyak hal dimana, apa yang diharapkan bertentangan dengan apa yang
dihasilkan, sesuatu yang paradox, atau bagi saya mungkin jg nampak sebagai
ironi. Itu lah contoh-contoh kejadian
sehari-hari yang bersifat paradox yang diungkapkan oleh Charles Handy dalam
bukunya the age of paradox dan oleh bpk Rhenald Kasali dalam kultweetnya yang
saya dapati beberapa hari lalu. Dan ternyata situasi seperti ini juga dialami
dalam dunia bisnis, dalam dunia pendidikan, dll, sehingga pola pikir yang
bersifat paradox jg nampaknya diperlukan untuk menghadapinya.
Untuk nembahas lebih lanjut, maka
mari kita bicara tentang paradox itu sendiri. Apa itu Paradox?
Paradox adalah suatu hal
yang bertentangan, bertolak belakang, kontradiktif. Charles Handy dalam bukunya
yang cukup terkenal “The Age of Paradox” menyebutkan bahwa banyak kejadian di
dunia ini yang bersifat paradox, dan kita berada dalam jaman paradox. Konteks
paradox ini bisa kita dapati dalam kejadian sehari-hari, dalam dunia bisnis,
pendidikan dll dimana tujuan dan hasil sering bertentangan seperti
contoh-contoh di atas. Bisa juga dalam pola pikir, jika pada umumnya pola pikir
A yang umum digunakan untuk menyikapi suatu kejadian, tetapi ternyata banyak
juga orang menggunakan pola pikir B yang bertentangan dalam menyikapi. Dan
mungkin masih banyak lagi hal-hal disekitar kita yang bersifat paradox.
Bicara tentang
"paradox" maka kita bicara juga tentang "perbedaan", yang mana pada dasarnya perbedaan itu adalah
"keniscayaan" dan itu sudah merupakan sifat alam, suka tidak suka
kita akan bertemu dengan hal-hal yang kontradiktif dalam kehidupan, yang
terkadang juga memicu munculnya perdebatan, perseteruhan, bahkan mungkin
berakhir pada perpecahan.
Kembali ke
paradox, Rhenald Kasali mencontohkan pola berpikir paradox dalam menghadapi
krisis, beliau menyebutkan bahwa dalam menghadapi krisis selalu saja ada 2
kelompok yang berbeda. Kelompok pertama (1) hanya mampu melihat bahaya,
keburukan dari sebuah krisis, dan tidak mampu melihat kesempatan di balik
sebuah krisis. Sedangkan kelompok kedua (2) mereka berpikir sebaliknya, mereka
melihat sebuah krisis sebagai kesempatan atau peluang, mereka sadar akan adanya
bahaya yang riil di hadapan mereka, tetapi mereka melihat dari kacamata yang
berbeda sehingga mampu menemukan peluang di sana.
Mereka yang masuk dalam kelompok 1
memiliki cara pandang short term,
sedangkan orang-orang dalam kelompok 2 memiliki cara pandang long term. Masih ingat krisis ekonomi di
tahun 1998, 2008, pada saat itu perekonomian sedang hancur, tetapi ada beberapa
investor yang malah menangkap sinyal peluang disana, dia membeli banyak aset
dengan harga murah dan sekarang tentu sudah menikmati hasilnya.
Krisis (bukan
hanya krisis ekonomi, melainkan di segala aspek) juga diyakini beberapa orang
sebagai pendorong perubahan, ya terkadang "Krisis itu dibutuhkan untuk
memunculkan urgensi perubahan". Ingat Garuda Indonesia yang pada tahun
2005 mulai kebingungan ketika sudah mulai banyak maskapai baru bermunculan,
beberapa jg berbiaya murah, padahal Garuda Indonesia sudah terbiasa dengan
situasi bisnis yang bisa dibilang "monopoli", dan seperti biasa
kumpulan masalah dalam sebuah bisnis akan berujung pada masalah financial.
Tetapi ternyata krisis yang dialami Garuda ini bisa menjadi momentum untuk
mulai melakukan perubahan dan bertransformasi, mereka tidak menyerah pada
krisis yang di alami. Yang menarik kebijakan CEO nya juga ada yang cukup
kontradiktif, atau bisa dibilang paradox, yaitu : prinsip yang mereka buat yang cukup unik “ We have to be a head of a
curve” yang artinya adalah jangan mengikuti kurva yang ada, karena jika kita
mengikuti kurva yang ada maka itu berarti kita mengikuti yang lain, kita harus
berada di depan kurva yang ada. Salah satu contoh dari prinsip ini adalah :
suatu ketika kurva di dalam bisnis penerbangan menurun, pada saat itu
dipastikan semua industri penerbangan tidak akan membeli pesawat baru di dalam
kondisi tersebut. Tetapi hal tersebut direspon berbeda oleh Garuda Indonesia,
dengan lebih memilih menggunakan momen tersebut untuk membeli pesawat baru.
Pada awal pembelian tentunya memang sangat tidak produktif, tetapi secara
perhitungan dari operasional sudah mampu BEP dan itu sudah cukup bagi mereka
saat itu. Suatu ketika, dimana kurva di dalam bisnis penerbangan mulai naik dan
perusahaan-perusahaan penerbangan mulai mampu membeli pesawat baru maka harga
pesawat sudah meningkat 30% dibandingkan pada saat Garuda melakukan pembelian,
dan ini cukup menguntungkan Garuda (baca :Corporate Transformation (National Flag Carrier – garuda Indonesia Airline)
Contoh lain paradox dalam dunia bisnis yang digambarkan Charles Handy, misalkan salah satunya : Kita sering mendengar ungkapan dont change the winning team, pada umumnya jika perusahaan sudah mengalami kemajuan, dalam posisi yang sudah sangat bagus, maka mereka berusaha mempertahankan strategi, sistem, struktur, dll untuk mempertahankan kemajuan perusahaan. Mereka masuk dalam wilayah comfort zone, mereka tak sadar dunia terus berubah, banyak ancaman diluar sana, dan ketika telah muncul masalah baru mulai ada perbaikan. Charles Handy menyarankan untuk melakukan perbaikan sebelum persoalan, misalkan perbaiki kompetensi perusahaan sebelum muncul permasalahan kompetensi. Sangat perlu bagi perusahaan untuk selalu memikirkan hal-hal yang baru, yang mungkin dampaknya akan mengusik zona nyaman perusahaan dan karyawannya.
Contoh lain paradox dalam dunia bisnis yang digambarkan Charles Handy, misalkan salah satunya : Kita sering mendengar ungkapan dont change the winning team, pada umumnya jika perusahaan sudah mengalami kemajuan, dalam posisi yang sudah sangat bagus, maka mereka berusaha mempertahankan strategi, sistem, struktur, dll untuk mempertahankan kemajuan perusahaan. Mereka masuk dalam wilayah comfort zone, mereka tak sadar dunia terus berubah, banyak ancaman diluar sana, dan ketika telah muncul masalah baru mulai ada perbaikan. Charles Handy menyarankan untuk melakukan perbaikan sebelum persoalan, misalkan perbaiki kompetensi perusahaan sebelum muncul permasalahan kompetensi. Sangat perlu bagi perusahaan untuk selalu memikirkan hal-hal yang baru, yang mungkin dampaknya akan mengusik zona nyaman perusahaan dan karyawannya.
Selain dunia bisnis,
kita bisa menemukan fenomena-fenomena paradox lainnya termasuk dalam dunia.
pendidikan, misalkan : banyak orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah dengan
harapan sekolah akan menjadi bekal untuk kehidupan anak-anak mereka di masa
mendatang. Tapi apa yang terjadi, banyak sekolah-sekolah yang malah menjauhkan
siswanya dari lingkungan, bahkan yang semakin memiliki nama dan mahal sekolah tersebut, semakin tinggi
tingkat eksklusivitas nya. Bukankah kelak yang mereka hadapi adalah
lingkungan? bukankah mereka akan menghadapi beraneka ragam orang dari beraneka
ragam latar belakang baik budaya, pendidikan, sosial ekonomi dll. . Bisakah leadership hanya sebatas teori atau dipraktekkan
hanya dengan orang-orang tertentu saja yang ada dalam inner circle mereka yang eksklusif. Banyak sekolah juga terlalu berkonsentrasi dengan hal-hal yang bersifat kognitif saja, padahal jika kita pelajari sejara mereka yang hebat faktor-faktor non kognisi malah yang tampak menonjol dari mereka
Dari uraian di
atas dapat kita ketahui bahwa ternyata cara berpikir paradox terkadang memang
dibutuhkan. Tiba tiba saya teringat ucapan Anhar gongong dalam sebuah acara di telivisi, beliau mengatakan
bahwa "nampaknya dunia ini diubah oleh orang-orang yang berani
menyimpang", iya mereka yang hebat, yang legacynya masih tetap dinikmati
dan dikagumi sampai saat ini memiliki kecenderungan berpikir paradox. berbeda
dari orang-oarang pada umumnya. pemikiran-pemikiran ini yang selanjutnya
menjadi dasar keputusan hidup mereka yang juga nampak berbeda dibanding
orang-orang biasa pada umumnya. Saya selalu menganggap mereka adalah
orang-orang yang memiliki lompatan pemikiran sehingga mungkin pemikirannya,
tindakannya nampak tidak wajar di eranya. Sebut saja Kartini, Mandela, Sukarno,
Gandhi dan masih banyak yang lain, jika anda membaca biografi mereka pasti anda
akan berpikir "iya mereka berbeda sejak awal". Saya selalu berpikir
orang-orang yang memiliki loncatan pemikiran melebihi eranya seperti mereka
adalah orang-orang yang kritis karena mereka mempelajari dan memahami detail
tentang apa yang mereka hadapi, dan juga seorang yang kreatif, karena mereka
berpikir melewati batas-batas pemikiran yang ada pada era mereka. (baca : Scientific Approach - Benih Berpikir Kreatif dan Kritis)
Begitulah hidup,
tak pernah lepas dari perbedaan, kontradiksi, paradox. Namun jangan anggap semua yang berbeda adalah keburukan, karena mungkin itu akan membawa kebaikan. Banyak dari kita terlalu cepat memberi penilaian tentang sesuatu dengan predikat ''Buruk", padahal sesuatu tersebut belum tentu buruk jika kita melihat dari kacamata lain.
Selamat malam, selamat mengakhiri hari minggu, dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakan...:)