Sabtu, 04 Juli 2015

WELCOME TO THE AGE OF PARADOX




            "Orang bekerja untuk mendapatkan uang dengan harapan selanjutnya dia bisa bersenang senang, bertamasya dll, tetapi Tuhan hanya memberikan waktu 24 jam sehari, semakin dia bekerja keras, semakin bagus karier atau usahanya, semakin banyak uang yang didapat, tapi semakin dia tdk memiliki waktu untuk bersenang senang"
          "semakin banyak keluarga double income, tetapi angka perceraian semakin tinggi, fancier home but broken home"
          "semakin banyak experts seharusnya semakin banyak hal terselesaikan, tetapi semakin banyak experts malah semakin banyak problem yang ditimbulkan karena semua merasa paling benar"

          Begitulah yang terjadi disekitar kita, banyak hal dimana, apa yang diharapkan bertentangan dengan apa yang dihasilkan, sesuatu yang paradox, atau bagi saya mungkin jg nampak sebagai ironi.  Itu lah contoh-contoh kejadian sehari-hari yang bersifat paradox yang diungkapkan oleh Charles Handy dalam bukunya the age of paradox dan oleh bpk Rhenald Kasali dalam kultweetnya yang saya dapati beberapa hari lalu. Dan ternyata situasi seperti ini juga dialami dalam dunia bisnis, dalam dunia pendidikan, dll, sehingga pola pikir yang bersifat paradox jg nampaknya diperlukan untuk menghadapinya.
           Untuk nembahas lebih lanjut, maka mari kita bicara tentang paradox itu sendiri. Apa itu Paradox?
           Paradox adalah suatu hal yang bertentangan, bertolak belakang, kontradiktif. Charles Handy dalam bukunya yang cukup terkenal “The Age of Paradox” menyebutkan bahwa banyak kejadian di dunia ini yang bersifat paradox, dan kita berada dalam jaman paradox. Konteks paradox ini bisa kita dapati dalam kejadian sehari-hari, dalam dunia bisnis, pendidikan dll dimana tujuan dan hasil sering bertentangan seperti contoh-contoh di atas. Bisa juga dalam pola pikir, jika pada umumnya pola pikir A yang umum digunakan untuk menyikapi suatu kejadian, tetapi ternyata banyak juga orang menggunakan pola pikir B yang bertentangan dalam menyikapi. Dan mungkin masih banyak lagi hal-hal disekitar kita yang bersifat paradox.
Bicara tentang "paradox" maka kita bicara juga tentang "perbedaan",  yang mana pada dasarnya perbedaan itu adalah "keniscayaan" dan itu sudah merupakan sifat alam, suka tidak suka kita akan bertemu dengan hal-hal yang kontradiktif dalam kehidupan, yang terkadang juga memicu munculnya perdebatan, perseteruhan, bahkan mungkin berakhir pada perpecahan. 
Kembali ke paradox, Rhenald Kasali mencontohkan pola berpikir paradox dalam menghadapi krisis, beliau menyebutkan bahwa dalam menghadapi krisis selalu saja ada 2 kelompok yang berbeda. Kelompok pertama (1) hanya mampu melihat bahaya, keburukan dari sebuah krisis, dan tidak mampu melihat kesempatan di balik sebuah krisis. Sedangkan kelompok kedua (2) mereka berpikir sebaliknya, mereka melihat sebuah krisis sebagai kesempatan atau peluang, mereka sadar akan adanya bahaya yang riil di hadapan mereka, tetapi mereka melihat dari kacamata yang berbeda sehingga mampu menemukan peluang di sana.
            Mereka yang masuk dalam kelompok 1 memiliki cara pandang short term, sedangkan orang-orang dalam kelompok 2 memiliki cara pandang long term. Masih ingat krisis ekonomi di tahun 1998, 2008, pada saat itu perekonomian sedang hancur, tetapi ada beberapa investor yang malah menangkap sinyal peluang disana, dia membeli banyak aset dengan harga murah dan sekarang tentu sudah menikmati hasilnya.

Krisis (bukan hanya krisis ekonomi, melainkan di segala aspek) juga diyakini beberapa orang sebagai pendorong perubahan, ya terkadang "Krisis itu dibutuhkan untuk memunculkan urgensi perubahan". Ingat Garuda Indonesia yang pada tahun 2005 mulai kebingungan ketika sudah mulai banyak maskapai baru bermunculan, beberapa jg berbiaya murah, padahal Garuda Indonesia sudah terbiasa dengan situasi bisnis yang bisa dibilang "monopoli", dan seperti biasa kumpulan masalah dalam sebuah bisnis akan berujung pada masalah financial. Tetapi ternyata krisis yang dialami Garuda ini bisa menjadi momentum untuk mulai melakukan perubahan dan bertransformasi, mereka tidak menyerah pada krisis yang di alami. Yang menarik kebijakan CEO nya juga ada yang cukup kontradiktif, atau bisa dibilang paradox, yaitu : prinsip yang mereka buat  yang cukup unik “ We have to be a head of a curve” yang artinya adalah jangan mengikuti kurva yang ada, karena jika kita mengikuti kurva yang ada maka itu berarti kita mengikuti yang lain, kita harus berada di depan kurva yang ada. Salah satu contoh dari prinsip ini adalah : suatu ketika kurva di dalam bisnis penerbangan menurun, pada saat itu dipastikan semua industri penerbangan tidak akan membeli pesawat baru di dalam kondisi tersebut. Tetapi hal tersebut direspon berbeda oleh Garuda Indonesia, dengan lebih memilih menggunakan momen tersebut untuk membeli pesawat baru. Pada awal pembelian tentunya memang sangat tidak produktif, tetapi secara perhitungan dari operasional sudah mampu BEP dan itu sudah cukup bagi mereka saat itu. Suatu ketika, dimana kurva di dalam bisnis penerbangan mulai naik dan perusahaan-perusahaan penerbangan mulai mampu membeli pesawat baru maka harga pesawat sudah meningkat 30% dibandingkan pada saat Garuda melakukan pembelian, dan ini cukup menguntungkan Garuda (baca :Corporate Transformation (National Flag Carrier – garuda Indonesia Airline)
             Contoh lain paradox dalam dunia bisnis yang digambarkan Charles Handy, misalkan salah satunya : Kita sering mendengar ungkapan dont change the winning team, pada umumnya jika perusahaan sudah mengalami kemajuan, dalam posisi yang sudah sangat bagus, maka mereka berusaha mempertahankan strategi, sistem, struktur, dll untuk mempertahankan kemajuan perusahaan. Mereka masuk dalam wilayah comfort zone, mereka tak sadar dunia terus berubah, banyak ancaman diluar sana, dan ketika telah muncul masalah baru mulai ada perbaikan. Charles Handy menyarankan untuk melakukan perbaikan sebelum persoalan, misalkan perbaiki kompetensi perusahaan sebelum muncul permasalahan kompetensi. Sangat perlu bagi perusahaan untuk selalu memikirkan hal-hal yang baru, yang mungkin dampaknya akan mengusik zona nyaman perusahaan dan karyawannya.
Selain dunia bisnis, kita bisa menemukan fenomena-fenomena paradox lainnya termasuk dalam dunia. pendidikan, misalkan : banyak orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah dengan harapan sekolah akan menjadi bekal untuk kehidupan anak-anak mereka di masa mendatang. Tapi apa yang terjadi, banyak sekolah-sekolah yang malah menjauhkan siswanya dari lingkungan, bahkan yang semakin memiliki nama dan mahal sekolah tersebut, semakin tinggi tingkat eksklusivitas nya. Bukankah kelak yang mereka hadapi adalah lingkungan? bukankah mereka akan menghadapi beraneka ragam orang dari beraneka ragam latar belakang baik budaya, pendidikan, sosial ekonomi dll. . Bisakah leadership hanya sebatas teori atau dipraktekkan hanya dengan orang-orang tertentu saja yang ada dalam inner circle mereka yang eksklusif. Banyak sekolah juga terlalu berkonsentrasi dengan hal-hal yang bersifat kognitif saja, padahal jika kita pelajari sejara mereka yang hebat faktor-faktor non kognisi malah yang tampak menonjol dari mereka
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa ternyata cara berpikir paradox terkadang memang dibutuhkan. Tiba tiba saya teringat ucapan Anhar gongong dalam sebuah acara di telivisi, beliau mengatakan bahwa "nampaknya dunia ini diubah oleh orang-orang yang berani menyimpang", iya mereka yang hebat, yang legacynya masih tetap dinikmati dan dikagumi sampai saat ini memiliki kecenderungan berpikir paradox. berbeda dari orang-oarang pada umumnya. pemikiran-pemikiran ini yang selanjutnya menjadi dasar keputusan hidup mereka yang juga nampak berbeda dibanding orang-orang biasa pada umumnya. Saya selalu menganggap mereka adalah orang-orang yang memiliki lompatan pemikiran sehingga mungkin pemikirannya, tindakannya nampak tidak wajar di eranya. Sebut saja Kartini, Mandela, Sukarno, Gandhi dan masih banyak yang lain, jika anda membaca biografi mereka pasti anda akan berpikir "iya mereka berbeda sejak awal". Saya selalu berpikir orang-orang yang memiliki loncatan pemikiran melebihi eranya seperti mereka adalah orang-orang yang kritis karena mereka mempelajari dan memahami detail tentang apa yang mereka hadapi, dan juga seorang yang kreatif, karena mereka berpikir melewati batas-batas pemikiran yang ada pada era mereka. (baca : Scientific Approach - Benih Berpikir Kreatif dan Kritis)

Begitulah hidup, tak pernah lepas dari perbedaan, kontradiksi, paradox. Namun jangan anggap semua yang berbeda adalah keburukan, karena mungkin itu akan membawa kebaikan. Banyak dari kita terlalu cepat memberi penilaian tentang sesuatu dengan predikat ''Buruk", padahal sesuatu tersebut belum tentu buruk jika kita melihat dari kacamata lain.


Selamat malam, selamat mengakhiri hari minggu, dan selamat  menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakan...:)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comments here...^^