Minggu, 11 Januari 2015

Corporate Transformation (National Flag Carrier – garuda Indonesia Airline)



Entah mengapa semua yang terkait dengan transformasi, perubahan, dan segala turunannya sangat menarik perhatian saya, dan selalu bikin gemas walaupun mungkin topiknya sudah lewat dari masa ke-update annya, seperti yang akan saya bahas kali ini tentang Corporate Transformation dari salah satu perusahaan milik Negara yang disebut juga “National Flag Carrier,  yang kegiatan bisnisnya bukan hanya sekedar tentang bisnis tapi juga bisa disebut sebagai Brand Ambassador dari suatu negara, bagaimana tidak performanya, pelayanannya, cukup memberikan kontribusi terhadap penilaian pihak luar terhadap Negara kita. Iya dia adalah Garuda Indonesia Airlines, salah satu maskapai penerbangan plat merah milik Negara.
Corporate Transformation yang akan kita bahas kali ini adalah yang terjadi sejak tahun 2005 sejak kepemimpinan Garuda dibawah Emirsyah Satar. Pada dasarnya jika ditarik mundur, perubahan-perubahan yang fundamental juga sudah dilaksanakan di masa-masa sebelumnya, namun transformasi di tahun 2005 cukup menarik mengingat pada masa itu banyak muncul maskapai baru, yang tentunya cukup membuahkan masalah bagi Garuda yang sudah cukup terbiasa dengan situasi bisnis yang bisa dibilang “monopoli” di tahun-tahun sebelumnya.

Dari sebuah video dialog tentang Corporate Transformation dengan narasumber bapak Emirsyah Satar, beliau menyebutkan bahwa pada awal kepemimpinannya di pertengahan tahun 2005, ada 3  masalah pokok yang dihadapi yaitu :



           Diatas adalah paparan dari beberapa contoh masalah dari 3 pokok masalah yang dihadapi, dan seperti pada umumnya, setiap masalah-masalah yang terjadi pada suatu kegiatan bisnis akan berujung pada munculnya permasalahan keuangan. Pada dasarnya pada tahun 1998 perusahaan juga pernah mengalami kondisi keuangan yang memburuk, namun meskipun mengalami masalah yang sama tetapi dengan isu yang berbeda. Pada tahun 1998 kondisi memburuk dikarenakan kondisi perekonomian yang memang sedang memburuk. Pada tahun 1998 Garuda juga memiliki banyak fat (aset) sehingga bisa menjadi cadangan untuk dijual, sedangkan pada tahun 2005 tidak, sehingga tidak memiliki cadangan.
           Mengawali sebuah perubahan, transformasi bukanlah hal yang mudah. Perubahan tentunya akan membuahkan ketidak nyamanan bagi para pelakunya, yang tidak lain adalah seluruh karyawan Garuda itu sendiri. Untuk itu perlu dibuat Strategic Plan yang jelas, dan harus dikomunikasikan ke seluruh lapisan karyawan, agar mereka tahu arah dan tujuannya. Karena pastinya akan sangat sulit dan membingungkan bagi seluruh karyawan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan baru, tanpa mereka tahu tujuan, arah dari kebijakan-kebijakan baru tersebut. Maka dibuatlah Strategic Plan dalam bentuk segitiga seperti pada gambar di bawah ini 



            Salah satu yang menarik dari Strategic Plan di atas adalah diluncurkannya Garuda indonesia Experience pada tahun 2009.  Ini adalah salah satu cara Garuda menggunakan Core Competitive yang dimilikinya. Berada di lingkungan, regional dimana carrier businessnya termasuk yang terbaik, seperti Malaysia, Singapura tentunya cukup menyulitkan Garuda. Perlu Uniqueness tersendiri, dan apakah itu ? Being Indonesia , ini adalah uniqueness yang tidak dimiliki oleh Negara-negara lain. Indonesia sangatlah terkenal dengan Diversity & hospitality nya, dan ini lah yang kemudian dikemas dalam bentuk konsep pelayanan  Garuda Indonesia Experience, yang dilaksanakan dengan pendekatan 5 indra yaitu : Sight, Taste, Touch, Sound, Scent. Contoh-contoh pelayanan dalam konsep pelayanan Garuda Indonesia Experience yang menggunakan 5 pendekatan tersebut adalah :
  • .        Salam khas bercirikan budaya bangsa Indonesia oleh para pramugari
  • .        Pramugari menggunakan kebaya sebagai seragam mereka
  • .     Interior kursi motif batik, tetapi yang telah diemboss 1 warna agar tidak memusingkan ketika dilihat
  • .        Dinding di kantor atau executive lounge  dari anyaman bambu.      
  •       Makanan khas Indonesia
  • .        Lagu “The sound of Indonesia”  oleh Adie MS
  • .        Aroma terapi khas Indonesia

Konsep pelayanan ini mampu memberikan pengalaman unik bagi para calon wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia, mereka bisa merasakan suasana khas Indonesia sebelum mereka sampai ke Indonesia. Sedangkan bagi para penumpang dari dalam negeri yang akan menuju ke luar negeri akan merasakan suasana ke Indonesiaan sampai mereka menginjakkan kaki di negara lain. Dalam industri penerbangan sendiri setidaknya terdapat 28 touch point dengan pelanggan, mulai dari Pre Journey sampai dengan Post journey, dan hal ini tentunya juga menjadi konsen Garuda Indonesia. Pelayanan terus menjadi perhatian bagi Garuda, hal ini juga untuk memberikan positioning yang jelas bagi Garuda. Mengikuti arus dengan masuk dalam price war akan tidak ada habisnya. Sedangkan untuk segmen menengah kebawah Garuda Indonesia memiliki Citilink sebagai LCC (Low Cost Carrier)
            Ada yang menarik dari transformasi yang dilakukan , yaitu adanya sebuah prinsip yang cukup unik We have to be a head of a curve yang artinya adalah jangan mengikuti kurva yang ada, karena jika kita mengikuti kurva yang ada maka itu berarti kita mengikuti yang lain, kita harus berada di depan kurva yang ada. Salah satu contoh dari prinsip ini adalah : suatu ketika kurva di dalam bisnis penerbangan menurun, pada saat itu dipastikan semua industri penerbangan tidak akan membeli pesawat baru di dalam kondisi tersebut. Tetapi hal tersebut direspon berbeda oleh Garuda Indonesia, dengan lebih memilih menggunakan momen tersebut untuk membeli pesawat baru. Pada awal pembelian tentunya memang sangat tidak produktif, tetapi secara perhitungan dari operasional sudah mampu BEP dan itu sudah cukup bagi mereka saat itu. Suatu ketika, dimana kurva di dalam bisnis penerbangan mulai naik dan perusahaan-perusahaan penerbangan mulai mampu membeli pesawat baru maka harga pesawat sudah meningkat 30% dibandingkan pada saat Garuda melakukan pembelian, dan ini cukup menguntungkan Garuda.
        Industri penerbangan adalah salah satu industri yang cukup rumit. Keberadaannya sangat diinginkan semua orang, diinginkan dunia karena sebagai sarana transportasi yang sangat dibutuhkan untuk lintas Negara, lintas pulau, yang menghubungkan 1 tempat dengan tempat lain yg sangat jauh dengan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan alat transportasi lainnya. Namun demikian industri penerbangan ini juga cukup sulit meraih keuntungan dikarenakan investasinya sangat massif, bisnisnya highly regulated, dan melibatkan banyak kepentingan di sana. Maka dari itu mungkin bisa dibenarkan jika ada sebuah artikel dalam sebuah media massa yang menyebutkan bahwa mungkin tidak ada industri global yang lebih chaotic dibandingkan industri penerbangan. Namun apapun kondisinya, apapun situasinya menurut saya tetap ada ruang bagi mereka para change maker¸para transformational leader untuk  bisa tetap membawa bisnis ini tetap berkibar.
          Seperti apa yang sudah saya tuliskan sebelumnya (buka Re-code Your Change DNA.) bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini selain kematian dan perubahan itu sendiri. Dan dalam perubaha-perubahan tersebut kita sebagai manusia, institusi hanya dihadapkan dua pilihan : bertahan dengan kebijakan lama, kondisi lama, dan kemudian mati, terpuruk oleh perubahan yang terjadi di sekitar kita. Atau kita bisa memilih untuk mengikuti perubahan dengan melakukan beberapa atau banyak perubahan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Dan tentunya pilihan kedua adalah pilihan yang sangat bijak untuk menghadapi sebuah perubahan. Pada kasus yang dihadapi Garuda, rupanya kebijakan-kebijakan lama, corporate culture yang lama sudah tidak cocok lagi digunakan untuk menghadapi lingkungan baru, kompetitor baru, maka perlu dilakukan perubahan-perubahan.
                Sebuah transformasi dalam sebuah institusi, terlebih jika institusi tersebut cukup besar maka sangatlah dibutuhkan keberadaan pemimpin yang tidak biasa. Mereka haruslah seorang transformational leader¸seorang change maker, yang kualitas kepemimpinannya pun juga tidak diragukan. Transformasi untuk sebuah perusahaan besar sudah tidak bisa hanya bermodalkan intuisi, perlu pengetahuan yang luas, perlu analisa yang mendalam, perlu strategic planning yang jelas, dan kemudian strategic planning ini  juga perlu dikomunikasikan ke seluruh lapisan karyawan agar terciptakan 1 mimpi, 1 tujuan yang sama antara satu dengan yang lain, dan yang terakhir perlu diciptakan 1 semangat untuk mencapai nya. Dan tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena sekali lagi perubahan itu pastinya sangat mengusik zona nyaman pelakunya, yang berarti dalam sebuah institusi adalah semua karyawan dalam institusi tersebut, dan tidak berhenti disitu perubahan juga bisa mengusik zona nyaman para stake holder mereka seperti dalam kasus ini pemilik saham dalam hal ini pemerintah, supplier dll.
        Saat ini secara internal kondisi Garuda Indonesia sudah cukup bagus, bahkan telah banyak penghargaan yang diraih akhir-akhir ini, salah satunya sebagai airline terbaik no 7 dunia versi skytrax di bawah cathay, Qatar, Singapore Airlines, Emirates, Turkish dan ANA. Namun demikian seperti apa yang dikemukakan Jim Collins dalam bukunya Good to Great, bahwa “ Good is the enemy of great”, yang artinya kondisi internal yang baik ini jangan membuat terlena, karena bisa saja terlena akibat keberhasilan di masa lalu bisa menjadi sebab dari keterpurukan di masa mendatang. Garuda harus selalu jeli terhadap setiap informasi, perubahan, kondisi eksternal dan melakukan penyesuaian terhadapnya.      

Good Night......