Sabtu, 04 Juli 2015

WELCOME TO THE AGE OF PARADOX




            "Orang bekerja untuk mendapatkan uang dengan harapan selanjutnya dia bisa bersenang senang, bertamasya dll, tetapi Tuhan hanya memberikan waktu 24 jam sehari, semakin dia bekerja keras, semakin bagus karier atau usahanya, semakin banyak uang yang didapat, tapi semakin dia tdk memiliki waktu untuk bersenang senang"
          "semakin banyak keluarga double income, tetapi angka perceraian semakin tinggi, fancier home but broken home"
          "semakin banyak experts seharusnya semakin banyak hal terselesaikan, tetapi semakin banyak experts malah semakin banyak problem yang ditimbulkan karena semua merasa paling benar"

          Begitulah yang terjadi disekitar kita, banyak hal dimana, apa yang diharapkan bertentangan dengan apa yang dihasilkan, sesuatu yang paradox, atau bagi saya mungkin jg nampak sebagai ironi.  Itu lah contoh-contoh kejadian sehari-hari yang bersifat paradox yang diungkapkan oleh Charles Handy dalam bukunya the age of paradox dan oleh bpk Rhenald Kasali dalam kultweetnya yang saya dapati beberapa hari lalu. Dan ternyata situasi seperti ini juga dialami dalam dunia bisnis, dalam dunia pendidikan, dll, sehingga pola pikir yang bersifat paradox jg nampaknya diperlukan untuk menghadapinya.
           Untuk nembahas lebih lanjut, maka mari kita bicara tentang paradox itu sendiri. Apa itu Paradox?
           Paradox adalah suatu hal yang bertentangan, bertolak belakang, kontradiktif. Charles Handy dalam bukunya yang cukup terkenal “The Age of Paradox” menyebutkan bahwa banyak kejadian di dunia ini yang bersifat paradox, dan kita berada dalam jaman paradox. Konteks paradox ini bisa kita dapati dalam kejadian sehari-hari, dalam dunia bisnis, pendidikan dll dimana tujuan dan hasil sering bertentangan seperti contoh-contoh di atas. Bisa juga dalam pola pikir, jika pada umumnya pola pikir A yang umum digunakan untuk menyikapi suatu kejadian, tetapi ternyata banyak juga orang menggunakan pola pikir B yang bertentangan dalam menyikapi. Dan mungkin masih banyak lagi hal-hal disekitar kita yang bersifat paradox.
Bicara tentang "paradox" maka kita bicara juga tentang "perbedaan",  yang mana pada dasarnya perbedaan itu adalah "keniscayaan" dan itu sudah merupakan sifat alam, suka tidak suka kita akan bertemu dengan hal-hal yang kontradiktif dalam kehidupan, yang terkadang juga memicu munculnya perdebatan, perseteruhan, bahkan mungkin berakhir pada perpecahan. 
Kembali ke paradox, Rhenald Kasali mencontohkan pola berpikir paradox dalam menghadapi krisis, beliau menyebutkan bahwa dalam menghadapi krisis selalu saja ada 2 kelompok yang berbeda. Kelompok pertama (1) hanya mampu melihat bahaya, keburukan dari sebuah krisis, dan tidak mampu melihat kesempatan di balik sebuah krisis. Sedangkan kelompok kedua (2) mereka berpikir sebaliknya, mereka melihat sebuah krisis sebagai kesempatan atau peluang, mereka sadar akan adanya bahaya yang riil di hadapan mereka, tetapi mereka melihat dari kacamata yang berbeda sehingga mampu menemukan peluang di sana.
            Mereka yang masuk dalam kelompok 1 memiliki cara pandang short term, sedangkan orang-orang dalam kelompok 2 memiliki cara pandang long term. Masih ingat krisis ekonomi di tahun 1998, 2008, pada saat itu perekonomian sedang hancur, tetapi ada beberapa investor yang malah menangkap sinyal peluang disana, dia membeli banyak aset dengan harga murah dan sekarang tentu sudah menikmati hasilnya.

Krisis (bukan hanya krisis ekonomi, melainkan di segala aspek) juga diyakini beberapa orang sebagai pendorong perubahan, ya terkadang "Krisis itu dibutuhkan untuk memunculkan urgensi perubahan". Ingat Garuda Indonesia yang pada tahun 2005 mulai kebingungan ketika sudah mulai banyak maskapai baru bermunculan, beberapa jg berbiaya murah, padahal Garuda Indonesia sudah terbiasa dengan situasi bisnis yang bisa dibilang "monopoli", dan seperti biasa kumpulan masalah dalam sebuah bisnis akan berujung pada masalah financial. Tetapi ternyata krisis yang dialami Garuda ini bisa menjadi momentum untuk mulai melakukan perubahan dan bertransformasi, mereka tidak menyerah pada krisis yang di alami. Yang menarik kebijakan CEO nya juga ada yang cukup kontradiktif, atau bisa dibilang paradox, yaitu : prinsip yang mereka buat  yang cukup unik “ We have to be a head of a curve” yang artinya adalah jangan mengikuti kurva yang ada, karena jika kita mengikuti kurva yang ada maka itu berarti kita mengikuti yang lain, kita harus berada di depan kurva yang ada. Salah satu contoh dari prinsip ini adalah : suatu ketika kurva di dalam bisnis penerbangan menurun, pada saat itu dipastikan semua industri penerbangan tidak akan membeli pesawat baru di dalam kondisi tersebut. Tetapi hal tersebut direspon berbeda oleh Garuda Indonesia, dengan lebih memilih menggunakan momen tersebut untuk membeli pesawat baru. Pada awal pembelian tentunya memang sangat tidak produktif, tetapi secara perhitungan dari operasional sudah mampu BEP dan itu sudah cukup bagi mereka saat itu. Suatu ketika, dimana kurva di dalam bisnis penerbangan mulai naik dan perusahaan-perusahaan penerbangan mulai mampu membeli pesawat baru maka harga pesawat sudah meningkat 30% dibandingkan pada saat Garuda melakukan pembelian, dan ini cukup menguntungkan Garuda (baca :Corporate Transformation (National Flag Carrier – garuda Indonesia Airline)
             Contoh lain paradox dalam dunia bisnis yang digambarkan Charles Handy, misalkan salah satunya : Kita sering mendengar ungkapan dont change the winning team, pada umumnya jika perusahaan sudah mengalami kemajuan, dalam posisi yang sudah sangat bagus, maka mereka berusaha mempertahankan strategi, sistem, struktur, dll untuk mempertahankan kemajuan perusahaan. Mereka masuk dalam wilayah comfort zone, mereka tak sadar dunia terus berubah, banyak ancaman diluar sana, dan ketika telah muncul masalah baru mulai ada perbaikan. Charles Handy menyarankan untuk melakukan perbaikan sebelum persoalan, misalkan perbaiki kompetensi perusahaan sebelum muncul permasalahan kompetensi. Sangat perlu bagi perusahaan untuk selalu memikirkan hal-hal yang baru, yang mungkin dampaknya akan mengusik zona nyaman perusahaan dan karyawannya.
Selain dunia bisnis, kita bisa menemukan fenomena-fenomena paradox lainnya termasuk dalam dunia. pendidikan, misalkan : banyak orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah dengan harapan sekolah akan menjadi bekal untuk kehidupan anak-anak mereka di masa mendatang. Tapi apa yang terjadi, banyak sekolah-sekolah yang malah menjauhkan siswanya dari lingkungan, bahkan yang semakin memiliki nama dan mahal sekolah tersebut, semakin tinggi tingkat eksklusivitas nya. Bukankah kelak yang mereka hadapi adalah lingkungan? bukankah mereka akan menghadapi beraneka ragam orang dari beraneka ragam latar belakang baik budaya, pendidikan, sosial ekonomi dll. . Bisakah leadership hanya sebatas teori atau dipraktekkan hanya dengan orang-orang tertentu saja yang ada dalam inner circle mereka yang eksklusif. Banyak sekolah juga terlalu berkonsentrasi dengan hal-hal yang bersifat kognitif saja, padahal jika kita pelajari sejara mereka yang hebat faktor-faktor non kognisi malah yang tampak menonjol dari mereka
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa ternyata cara berpikir paradox terkadang memang dibutuhkan. Tiba tiba saya teringat ucapan Anhar gongong dalam sebuah acara di telivisi, beliau mengatakan bahwa "nampaknya dunia ini diubah oleh orang-orang yang berani menyimpang", iya mereka yang hebat, yang legacynya masih tetap dinikmati dan dikagumi sampai saat ini memiliki kecenderungan berpikir paradox. berbeda dari orang-oarang pada umumnya. pemikiran-pemikiran ini yang selanjutnya menjadi dasar keputusan hidup mereka yang juga nampak berbeda dibanding orang-orang biasa pada umumnya. Saya selalu menganggap mereka adalah orang-orang yang memiliki lompatan pemikiran sehingga mungkin pemikirannya, tindakannya nampak tidak wajar di eranya. Sebut saja Kartini, Mandela, Sukarno, Gandhi dan masih banyak yang lain, jika anda membaca biografi mereka pasti anda akan berpikir "iya mereka berbeda sejak awal". Saya selalu berpikir orang-orang yang memiliki loncatan pemikiran melebihi eranya seperti mereka adalah orang-orang yang kritis karena mereka mempelajari dan memahami detail tentang apa yang mereka hadapi, dan juga seorang yang kreatif, karena mereka berpikir melewati batas-batas pemikiran yang ada pada era mereka. (baca : Scientific Approach - Benih Berpikir Kreatif dan Kritis)

Begitulah hidup, tak pernah lepas dari perbedaan, kontradiksi, paradox. Namun jangan anggap semua yang berbeda adalah keburukan, karena mungkin itu akan membawa kebaikan. Banyak dari kita terlalu cepat memberi penilaian tentang sesuatu dengan predikat ''Buruk", padahal sesuatu tersebut belum tentu buruk jika kita melihat dari kacamata lain.


Selamat malam, selamat mengakhiri hari minggu, dan selamat  menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakan...:)



Senin, 18 Mei 2015

MONOPOLI VS LIBERALISASI Kelistrikan di Indonesia





Bicara soal listrik, maka untuk saat ini kita mungkin bisa memasukkan energi yang satu ini ke salah satu kebutuhan pokok manusia. Bahkan saking vitalnya, mungkin bisa disebut bahwa tiada negara di dunia ini yang mampu mengembangkan peradapannya tanpa listrik yang memadai. Sebelum bicara lebih lanjut tentang liberalisasi dan sebagainya ada baiknya kita membahas kondisi kelistrikan di negara kita saat ini. Berdasarkan data yang saya dapat dari sebuah acara dialog bertajuk “CEO tops” dengan narasumber Dirut saat itu yaitu bapak Nur Pamuji pada tanggal 15 Oktober 2014 maka diketahui bahwa secara keseluruhan kontribusi listrik di Indonesia berasal dari :
Tenaga Gas (PLTG)
+/- 22%
Tenaga Batu bara (PLTU)
+/- 50%
Tenaga minyak (PLTD)
+/- 12%
Tenaga Air (PLTA)
+/- 6%
Tenaga Panas Bumi
+/- 5%
Dan lain lain
+/- 5%

Dan dari keseluruhan sumber energi di atas, saat ini Indonesia menggunakan 12% energi terbarukan, dan 88% energi tidak terbarukan.
Dari seluruh pembangkit tersebut dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan berbentuk kepulauan tentunya masih ada beberapa tempat yang belum mendapatkan fasilitas listrik dengan cukup memadai, misalkan : defisit yang terjadi di wilayah SUMUT, KALBAR atau pasokan listrik yang pas pasan di SULUT, dan juga beberapa daerah yang berada di daerah terpencil atau Remote area. Bahkan untuk mengaliri listrik di daerah-daerah terpencil menimbulkan kesulitan tersendiri dan biaya yang cukup besar, karena pada umumnya mereka menggunakan PLTD yang menggunakan bahan bakar minyak yang cukup besar biayanya dibanding dengan jika menggunakan pembangkit yang lain, namun jika diselesaikan dengan membangun infrastruktur (pembangkit berbahan bakar lain) juga membutuhkan biaya yang sangat besar.
Masalah geografis di atas juga diikuti kebutuhan listrik yang terus meningkat rata-rata 8% sd 9% per tahunnya di seluruh wilayah Indonesia, atau jika dihitung per wilayah kurang lebih untuk SUMUT 12%, Kalimantan 14%, Sulawesi 14%. Meningkatnya kebutuhan listrik tentu tidak bisa terelakkan lagi dalam suatu negara seiring bertambah majunya peradapan suatu negara, bahkan listrik sudah seperti nyawa bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dari segi supply, berdasarkan kapasitas , industri kelistrikan kita mampu men-supply sebesar 48.000 MW, sedangkan demand belum sampai 48.000MW, sehingga masih ada cadangan, namun sayangnya cadangan tersebut tidak merata, paling besar berada di pulau jawa sebesar 30%, sedangkan di pulau lain bervariasi. Sehingga masih didapati beberapa tempat kekurangan pasokan listrik, Seperti di Sumatra dan Kalimantan penambahan kapasitas sudah ada, namun penambahannya tidak secepat pertumbuhan demand (permintaannya).
Nah…..dari uraian di atas untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat maka sangat dibutuhkan penambahan kapasitas di beberapa wilayah dengan pembangunan pembangkit-pembangkit baru di beberapa tempat di Indonesia, dan hal ini sudah diterjemahkan melalui proyek 10.00MW yang sudah dimulai tahun 2006 silam, dan sekarang dilanjutkan dengan proyek 35.000MW , tentunya ini akan menjadi sebuah investasi yang membutuhkan dana yang sangat besar,dan beberapa skema pendanaan nya adalah sebagai berikut :
1.  Seperti pada umumnya, sebuah kebutuhan investasi dapat didanai dari MODAL atau HUTANG, sama halnya juga pada PLN (Perusahaan Listrik Negara). Pada sisi modal penambahan dana dari pemerintah sebagai pemilik korporasi sepertinya tidak memungkinkan jika untuk mengcover semuanya, sedangkan dari sisi hutang , penambahan dana melalui hutang juga sudah tidak memungkinkan mengingat struktur hutang PLN (debt equity ratio) yang sudah cukup besar
2.       Dengan melibatkan pihak swasta
Dari 2 skema pendanaan diatas, tentunya skema pendanaan no 2 cukup sulit dihindari lagi saat ini, ini tampak dari pelaksanaan proyek 35.000MW yang saat ini sedang berjalan. Dari 109 proyek pembangkit listrik berdaya total 35.585MW, sebanyak 74 proyek berkapasitas 25.904MW akan dikerjakan oleh swasta, sementara pemerintah yang dalam hal ini PLN hanya mengerjakan 35 proyek berkapasitas 10.681MW. Skema ini lah yang kemudian berkembang menjadi isu liberalisasi kelistrikan yang seperti banyak kita baca di media massa. Isu liberalisasi semakin merebak dengan munculnya wacana lease back pembangkit yang masuk dalam FTP (Fast Track Programme) 10.00MW kepada Cina yang merupakan kontraktor yang membangunnya.




Jika kita berbicara tentang Monopoli dan Liberalisasi, maka kita perlu penjelasan sebagai berikut :
 Monopoli adalah struktur pasar dengan ciri-ciri :
1.       Hanya ada 1 penjual.
2.       Tidak ada subtitusi produk yang mirip.
3.       Perusahaan monopoli bertindak sebagai price setter
4.    Terdapat hambatan masuk ke pasar dalam bentuk : Undang-Undang; memerlukan tehnologi yang canggih dan modal yang besar .
Hal ini tentu bertentangan dengan Liberalisasi, yang berarti membuka pintu untuk pihak luar, yang dalam hal ini pihak swasta untuk ikut bermain. Praktek liberalisasi tentunya akan membuka pintu persaingan yang pada umumnya akan berdampak pada meningkatnya inovasi, tehnologi, sistem yang akan berujung dengan dihasilkannya : efisiensi perusahaan, peningkatan kualitas pelayanan, memberikan ragam pilihan harga bagi konsumen sehingga mereka bisa menyesuaikan sesuai kebutuhan dan kemampuan, dll.
Dalam konteks industri kelistrikan di Indonesia, saat ini Indonesia masih menggunakan sistem monopoli, namun ternyata seiring dengan meningkatnya peradapan, meningkatnya kebutuhan kelistrikan, maka mengandalkan peran 1 perusahaan saja mungkin akan dirasa sangat berat mengingat wilayah yang luas, jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan ekonomi dan peradapan yang tentunya meningkatkan kebutuhan listrik dari tahun ke tahun secara pesat. Praktek monopoli juga cenderung membuat sebuah perusahaan tidak mampu beroperasi secara efisien.
Namun di sisi lain melakukan liberalisasi pada sektor yang cukup vital juga sangat beresiko, terlebih efek berantai yang dapat ditimbulkannya. tidak ada jaminan bahwa setelah melakukan liberalisasi dibidang kelistrikan akan menyebabkan harga listrik murah, apalagi jika kembali ke fitrahnya swasta selalu mengejar keuntungan. Tidak ada jaminan pula supply listrik akan langsung terpasok sempurna kepada masyarakat.
Praktek liberalisasi memang telah banyak di lakukan dibeberapa negara seperti negara-negara kawasan Eropa yang memang ini adalah prasyarat untuk masuk menjadi anggota Uni Eropa,  di Amerika Selatan dan Afrika yang memang prasyarat untuk bantuan hutang, kemudian di Jepang, Filipina, Australia, Amerika serikat, dan tentu pula Inggris yang menjadi pelopor liberalisasi kelistrikan I tahun 1990, dan beberapa negara lainnya. Beberapa di antara mereka melakukan liberalisasi 100% dari hulu ke hilir (mulai dari PEMBANGKIT, TRANSMISI, sd DISTRIBUSI) seperti yang terjadi di Inggris, Australia. Sedangkan beberapa negara hanya melakukan beberapa % saja, misalkan hanya di hulunya saja  (PEMBANGKIT, TRANSMISI). Dan tentunya tidak semuanya memberikan hasil yang memuaskan, bahkan yang paling menakutkan adalah berpindahnya praktek monopoli dari pemerintah ke swasta, ini tentunya sangat membahayakan.
Lalu apakah Indonesia saat ini sudah mengarahkan diri ke sana? Jika meninjau kebijakan-kebijakan baru pemerintah terkait
1.        Pemberian 74 proyek kepada IPP (Independent Power Producer), dari total 109 proyek yang akan dilaksanakan untuk program 35.000MW
2.   Wacana tentang lease back pembangkit yang masuk dalam FTP (Fast Track Programme) 10.000MW beberapa tahun lalu,  kepada Cina yang merupakan kontraktor yang membangunnya.
bisa dikatakan merupakan sinyal mulai dibukanya pintu untuk pihak swasta untuk turut bermain pada aras hulu industri kelistrikan di Indonesia. Sisi positif dari kebijakan ini adalah :
1.           Terbantunya pemerintah dalam mewujukan program 35.000MW. dengan melibatkan IPP tersebut maka cukup meringankan pemerintah di dalam pelaksanaan program, mengingat dana investasi yang dibutuhkan untuk program ini sangatlah besar yang sangat sulit untuk di cover oleh pemerintah secara keseluruhan.
2.       Terkait wacana Lease back, sisi positif dari alternatif ini adalah : memperlancar pelaksanaan proyek 10.000MW yang tidak sesuai harapan dikarenakan pembangkit-pembangkit buatan Cina yang kurang baik mutunya, sehingga kapasitas listrik yang dihasilkan tidak sesuai target, sehingga pihak Cina harus bertanggung jawab atas hal ini. Selain itu Pemerintah bisa mendapat dana tunai dari LeaseBack yang bisa dialokasikan untuk program 35.000MW. Dan yang terakhir aset akan tetap menjadi milik bangsa, karena pada jangka waktu tertentu aset akan dikembalikan ke Indonesia.
Namun selain sisi positif, hal yang perlu diwaspadai adalah :
1.        Terbukanya kesempatan bagi para pemain swasta untuk ikut andil dalam membentuk harga. Dan harga yang terbentuk untuk sebuah produk yang vital seperti listrik akan memunculkan efek berantai seperti : meningkatnya harga (inflasi), pertumbuhan ekonomi terganggu, melemahnya daya beli masyarakat, dll.  
2.             Masalah penggunaan Sumber Daya Manusia (SDM) juga perlu dicermati, para putra bangsa yang terdidik dan kompeten di bidang kelistrikan harus tetap menjadi raja di negara sendiri. Jangan sampai mereka menjadi asing di negaranya sendiri.
3.        Untuk wacana Lease Back , pada periode dimana leasing akan berakhir, aset yang kembali ke Indonesia nilai ekonomisnya sudah berkurang.
Maka dari itu untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang ada, maka perlu bagi pemerintah untuk mengantisipasinya dalam bentuk regulasi yang cermat, dan juga kuat yang mampu memberikan posisi yang aman terhadap apapun yang berhubungan dengan kelistrikan di Inonesia baik itu terkait harga, ketersediaan pasokan, keterlibatan putra bangsa, dll. Paul L Joskow dalam jurnalnya yang berjudul “Lessons Learned From Electricity Market Liberalization” menyarankan bahwa dalam liberalisasi kelistrikan perlu ada : design restrukturisasi, design kompetisi, design pasar (wholesale an retail market) yang jelas, serta  regulatory reform. Semoga uraian di atas bermanfaat, selamat pagi dan selamat beraktifitas.

artikel ini saya unggah juga di :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2015/05/18/monopoli-vs-liberalisasi-kelistrikan-di-indonesia-725153.html

Minggu, 11 Januari 2015

Corporate Transformation (National Flag Carrier – garuda Indonesia Airline)



Entah mengapa semua yang terkait dengan transformasi, perubahan, dan segala turunannya sangat menarik perhatian saya, dan selalu bikin gemas walaupun mungkin topiknya sudah lewat dari masa ke-update annya, seperti yang akan saya bahas kali ini tentang Corporate Transformation dari salah satu perusahaan milik Negara yang disebut juga “National Flag Carrier,  yang kegiatan bisnisnya bukan hanya sekedar tentang bisnis tapi juga bisa disebut sebagai Brand Ambassador dari suatu negara, bagaimana tidak performanya, pelayanannya, cukup memberikan kontribusi terhadap penilaian pihak luar terhadap Negara kita. Iya dia adalah Garuda Indonesia Airlines, salah satu maskapai penerbangan plat merah milik Negara.
Corporate Transformation yang akan kita bahas kali ini adalah yang terjadi sejak tahun 2005 sejak kepemimpinan Garuda dibawah Emirsyah Satar. Pada dasarnya jika ditarik mundur, perubahan-perubahan yang fundamental juga sudah dilaksanakan di masa-masa sebelumnya, namun transformasi di tahun 2005 cukup menarik mengingat pada masa itu banyak muncul maskapai baru, yang tentunya cukup membuahkan masalah bagi Garuda yang sudah cukup terbiasa dengan situasi bisnis yang bisa dibilang “monopoli” di tahun-tahun sebelumnya.

Dari sebuah video dialog tentang Corporate Transformation dengan narasumber bapak Emirsyah Satar, beliau menyebutkan bahwa pada awal kepemimpinannya di pertengahan tahun 2005, ada 3  masalah pokok yang dihadapi yaitu :



           Diatas adalah paparan dari beberapa contoh masalah dari 3 pokok masalah yang dihadapi, dan seperti pada umumnya, setiap masalah-masalah yang terjadi pada suatu kegiatan bisnis akan berujung pada munculnya permasalahan keuangan. Pada dasarnya pada tahun 1998 perusahaan juga pernah mengalami kondisi keuangan yang memburuk, namun meskipun mengalami masalah yang sama tetapi dengan isu yang berbeda. Pada tahun 1998 kondisi memburuk dikarenakan kondisi perekonomian yang memang sedang memburuk. Pada tahun 1998 Garuda juga memiliki banyak fat (aset) sehingga bisa menjadi cadangan untuk dijual, sedangkan pada tahun 2005 tidak, sehingga tidak memiliki cadangan.
           Mengawali sebuah perubahan, transformasi bukanlah hal yang mudah. Perubahan tentunya akan membuahkan ketidak nyamanan bagi para pelakunya, yang tidak lain adalah seluruh karyawan Garuda itu sendiri. Untuk itu perlu dibuat Strategic Plan yang jelas, dan harus dikomunikasikan ke seluruh lapisan karyawan, agar mereka tahu arah dan tujuannya. Karena pastinya akan sangat sulit dan membingungkan bagi seluruh karyawan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan baru, tanpa mereka tahu tujuan, arah dari kebijakan-kebijakan baru tersebut. Maka dibuatlah Strategic Plan dalam bentuk segitiga seperti pada gambar di bawah ini 



            Salah satu yang menarik dari Strategic Plan di atas adalah diluncurkannya Garuda indonesia Experience pada tahun 2009.  Ini adalah salah satu cara Garuda menggunakan Core Competitive yang dimilikinya. Berada di lingkungan, regional dimana carrier businessnya termasuk yang terbaik, seperti Malaysia, Singapura tentunya cukup menyulitkan Garuda. Perlu Uniqueness tersendiri, dan apakah itu ? Being Indonesia , ini adalah uniqueness yang tidak dimiliki oleh Negara-negara lain. Indonesia sangatlah terkenal dengan Diversity & hospitality nya, dan ini lah yang kemudian dikemas dalam bentuk konsep pelayanan  Garuda Indonesia Experience, yang dilaksanakan dengan pendekatan 5 indra yaitu : Sight, Taste, Touch, Sound, Scent. Contoh-contoh pelayanan dalam konsep pelayanan Garuda Indonesia Experience yang menggunakan 5 pendekatan tersebut adalah :
  • .        Salam khas bercirikan budaya bangsa Indonesia oleh para pramugari
  • .        Pramugari menggunakan kebaya sebagai seragam mereka
  • .     Interior kursi motif batik, tetapi yang telah diemboss 1 warna agar tidak memusingkan ketika dilihat
  • .        Dinding di kantor atau executive lounge  dari anyaman bambu.      
  •       Makanan khas Indonesia
  • .        Lagu “The sound of Indonesia”  oleh Adie MS
  • .        Aroma terapi khas Indonesia

Konsep pelayanan ini mampu memberikan pengalaman unik bagi para calon wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia, mereka bisa merasakan suasana khas Indonesia sebelum mereka sampai ke Indonesia. Sedangkan bagi para penumpang dari dalam negeri yang akan menuju ke luar negeri akan merasakan suasana ke Indonesiaan sampai mereka menginjakkan kaki di negara lain. Dalam industri penerbangan sendiri setidaknya terdapat 28 touch point dengan pelanggan, mulai dari Pre Journey sampai dengan Post journey, dan hal ini tentunya juga menjadi konsen Garuda Indonesia. Pelayanan terus menjadi perhatian bagi Garuda, hal ini juga untuk memberikan positioning yang jelas bagi Garuda. Mengikuti arus dengan masuk dalam price war akan tidak ada habisnya. Sedangkan untuk segmen menengah kebawah Garuda Indonesia memiliki Citilink sebagai LCC (Low Cost Carrier)
            Ada yang menarik dari transformasi yang dilakukan , yaitu adanya sebuah prinsip yang cukup unik We have to be a head of a curve yang artinya adalah jangan mengikuti kurva yang ada, karena jika kita mengikuti kurva yang ada maka itu berarti kita mengikuti yang lain, kita harus berada di depan kurva yang ada. Salah satu contoh dari prinsip ini adalah : suatu ketika kurva di dalam bisnis penerbangan menurun, pada saat itu dipastikan semua industri penerbangan tidak akan membeli pesawat baru di dalam kondisi tersebut. Tetapi hal tersebut direspon berbeda oleh Garuda Indonesia, dengan lebih memilih menggunakan momen tersebut untuk membeli pesawat baru. Pada awal pembelian tentunya memang sangat tidak produktif, tetapi secara perhitungan dari operasional sudah mampu BEP dan itu sudah cukup bagi mereka saat itu. Suatu ketika, dimana kurva di dalam bisnis penerbangan mulai naik dan perusahaan-perusahaan penerbangan mulai mampu membeli pesawat baru maka harga pesawat sudah meningkat 30% dibandingkan pada saat Garuda melakukan pembelian, dan ini cukup menguntungkan Garuda.
        Industri penerbangan adalah salah satu industri yang cukup rumit. Keberadaannya sangat diinginkan semua orang, diinginkan dunia karena sebagai sarana transportasi yang sangat dibutuhkan untuk lintas Negara, lintas pulau, yang menghubungkan 1 tempat dengan tempat lain yg sangat jauh dengan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan alat transportasi lainnya. Namun demikian industri penerbangan ini juga cukup sulit meraih keuntungan dikarenakan investasinya sangat massif, bisnisnya highly regulated, dan melibatkan banyak kepentingan di sana. Maka dari itu mungkin bisa dibenarkan jika ada sebuah artikel dalam sebuah media massa yang menyebutkan bahwa mungkin tidak ada industri global yang lebih chaotic dibandingkan industri penerbangan. Namun apapun kondisinya, apapun situasinya menurut saya tetap ada ruang bagi mereka para change maker¸para transformational leader untuk  bisa tetap membawa bisnis ini tetap berkibar.
          Seperti apa yang sudah saya tuliskan sebelumnya (buka Re-code Your Change DNA.) bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini selain kematian dan perubahan itu sendiri. Dan dalam perubaha-perubahan tersebut kita sebagai manusia, institusi hanya dihadapkan dua pilihan : bertahan dengan kebijakan lama, kondisi lama, dan kemudian mati, terpuruk oleh perubahan yang terjadi di sekitar kita. Atau kita bisa memilih untuk mengikuti perubahan dengan melakukan beberapa atau banyak perubahan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Dan tentunya pilihan kedua adalah pilihan yang sangat bijak untuk menghadapi sebuah perubahan. Pada kasus yang dihadapi Garuda, rupanya kebijakan-kebijakan lama, corporate culture yang lama sudah tidak cocok lagi digunakan untuk menghadapi lingkungan baru, kompetitor baru, maka perlu dilakukan perubahan-perubahan.
                Sebuah transformasi dalam sebuah institusi, terlebih jika institusi tersebut cukup besar maka sangatlah dibutuhkan keberadaan pemimpin yang tidak biasa. Mereka haruslah seorang transformational leader¸seorang change maker, yang kualitas kepemimpinannya pun juga tidak diragukan. Transformasi untuk sebuah perusahaan besar sudah tidak bisa hanya bermodalkan intuisi, perlu pengetahuan yang luas, perlu analisa yang mendalam, perlu strategic planning yang jelas, dan kemudian strategic planning ini  juga perlu dikomunikasikan ke seluruh lapisan karyawan agar terciptakan 1 mimpi, 1 tujuan yang sama antara satu dengan yang lain, dan yang terakhir perlu diciptakan 1 semangat untuk mencapai nya. Dan tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena sekali lagi perubahan itu pastinya sangat mengusik zona nyaman pelakunya, yang berarti dalam sebuah institusi adalah semua karyawan dalam institusi tersebut, dan tidak berhenti disitu perubahan juga bisa mengusik zona nyaman para stake holder mereka seperti dalam kasus ini pemilik saham dalam hal ini pemerintah, supplier dll.
        Saat ini secara internal kondisi Garuda Indonesia sudah cukup bagus, bahkan telah banyak penghargaan yang diraih akhir-akhir ini, salah satunya sebagai airline terbaik no 7 dunia versi skytrax di bawah cathay, Qatar, Singapore Airlines, Emirates, Turkish dan ANA. Namun demikian seperti apa yang dikemukakan Jim Collins dalam bukunya Good to Great, bahwa “ Good is the enemy of great”, yang artinya kondisi internal yang baik ini jangan membuat terlena, karena bisa saja terlena akibat keberhasilan di masa lalu bisa menjadi sebab dari keterpurukan di masa mendatang. Garuda harus selalu jeli terhadap setiap informasi, perubahan, kondisi eksternal dan melakukan penyesuaian terhadapnya.      

Good Night......


Minggu, 14 Desember 2014

Scientific Approach - Benih Berpikir Kreatif dan Kritis


       
Saturday night…..seperti biasa ditemani dengan secangkir kopi dan beberapa perbekalan hobi, namun yg tdak biasa, saya melewatkannya seorang diri kali ini karena suami yang
sedang dinas luar kota. Tetapi ada yang menarik ketika secara tidak sengaja saya membuka sebuah video dialog tentang kurikulum 2013 dengan narasumber bapak M Nuh sendiri. Video ini diunggah sudah cukup lama yaitu sejak 18 Juni 2013, berikut link tersebut, jika anda ingin lebih memahami tujuan dan konsep kurikulum 2013 : https://www.youtube.com/watch?v=5ia7asZHpYg

            Terlepas dari kontroversi yang ada tentang kurikulum ini, saya menggaris bawahi beberapa penjelasan dari bapak M Nuh, yang menurut saya bisa kita adopsi konsepnya sebagai orang tua, yaitu tentang “Scientific Approach. Dengan berkembangnya jaman, kehidupan yang semakin kompleks maka perkembangan ilmu pengetahuan sudah tidak linier lagi, sudah exponensial bentuknya jika digambarkan secara grafis, yang artinya  sangat pesat. Nah dalam kondisi yang seperti itu maka perlu dibangun generasi-generasi baru yang kreatif, kritis, inovatif. Dan bagaimana mengembangkannya?? Menurut bapak M Nuh syarat sebuah kreativitas dibangun adalah jika dalam pendidikannya digunakan pendekatan Scientific Approach. Scientific Approach  itu sendiri bisa dilakukan dengan membiasakan observasi. Ketika seseorang melakukan observasi langsung, yang juga melibatkan indrawinya, maka yang muncul berikutnya adalah pertanyaan-pertanyaan. Dari pertanyaan-pertanyaan ini muncullah nalar seseorang. Setelah nalar ini muncul, maka muncullah eksperimen-eksperimen untuk mempertegas jawaban. Dan tidak berhenti di situ,  setelah melakukan eksperimen-eksperimen, mereka bisa mengkomunikasikan apa-apa saja yang terjadi. 

Salah satu contoh yang ditunjukkan adalah : jika terdapat sebuah persegi empat panjang 6cm dan lebar 4cm, maka kelilingnya adalah ? tentu semua akan menjawab 20 dengan berangkat dari sebuah pemahaman atau bahkan mungkin sekedar hafalan terhadap sebuah rumus 2p+2l. Hal ini yang disebut pola pikir yang monolid, padahal jika kita membalik pertanyaan dengan :sebuah kawat panjang 20 cm cobalah buat segi empat dari kawat tersebut, maka jawabanya bisa beragam, kita bisa menghasilkan bermacam-macam bentuksegi empat dan tentunya pemahaman akan keliling suatu bidang akan lebih luas.
Dari paparan penjelasan bapak M. Nuh diatas dapat saya simpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan yang berbasis scientific, yang segala sesuatunya didasarkan dari observasi, dapat memunculkan benih-benih sikap kreatif, kritis, dan juga membiasakan siswa untuk tidak hanya menggunakan brain memory nya saja, melainkan juga muscle memorynya. Jika pengetahuan tersimpan dalam brain memory seseorang, maka untuk mengaplikasikannya pada tindakan nyata perlu latihan, perlu eksperime-eksperimen dengan menggunakan indrawinya, yang kemudian ini akan tersimpan pada muscle memory seseorang. Sehingga mereka tidak hanya memahami dan mengimajinasikan apa saja yang ada di otak, tapi mereka juga terlatih turun tangan, dan turut terlibat disana
            Selanjutnya dengan menanamkan benih-benih sikap kreatif dan kritis, maka ini akan membantu seseorang berkembang dan tumbuh dengan menjaga keseimbangan diantara keduanya, dan itu merupakan modal dasar munculnya orang-orang dengan karya-karya inovatif. Creative Thinking dan Critical Thinking dapat diibaratkan sebagai sebuah timbangan. Di satu sisi berpikir kreatif itu bagaikan menjelajahi sebuah dunia baru, kawasan baru yang belum terpetakan (Terra incognita) dengan kebebasan berpikir, sedangkan di sisi yang lain berpikir kritis memaksa kita untuk memeriksa kebenarannya. Keduanya juga melibatkan 2 bagian otak yaitu otak kanan dan otak kiri.


Seseorang yang kreatif namun tidak memiliki dasar pengetahuan yang sesuai, tidak memiliki referensi maka akibatnya adalah : mereka hanya bisa bicara daripada berbuat, hanya mampu membuat terobosan-terobosan kecil yang hanya dipermukaan, tanpa mampu membuat sebuah karya besar yang berfondasi kokoh.
Sebaliknya orang-orang yang terlalu mengandalkan otak kiri mereka, tanpa dikelolah dengan baik, alih alih bisa menjadi orang  kritis, mereka malah cenderung terperangkap dalam suatu pemikiran, suatu logika,  susah berpikir out of the box, dan juga bisa memunculkan sikap egosentris. Pendidikan, bacaan, pergaulan, perjalanan yang luas akan membuka suatu wawasan, memperluas cakrawala berpikir, memampukan seseorang melihat sesuatu dari beragam sudut pandang, bukan hanya memperluas pengetahuan tetapi juga memperdalam pengetahuan, dan ini adalah benih-benih dari sikap kritis. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sikap kritis tidak bisa disamakan dengan sinis. Seseorang yang kritis akan memberikan penilaian yang objektif pada suatu hal, sedangkan orang-orang yang sinis melakukan penilaian secara subjektif, mereka cenderung melakukan pembenaran daripada mencari kebenaran, mereka juga cenderung fanatic pada sesuatu yang diyakini (sepertinya akhir-akhir ini lebih banyak muncul orang-orang sinis daripada kritis)
Seorang ilmuwan bernama Sir Isaac Newton pernah berkata “ Kalau saya bisa melihat jauh kedepan tentu karena saya berada di pundak-pundak raksasa” Raksasa-raksasa yang dimaksud adalah akumulasi pengetahuan yang ditemukan para pendahulu kita, yang merupakan hasil dari gabungan antara kreativitas dan sikap-sikap kritis yang menantang asumsi-asumsi lama dan membuka kesempatan bagi kita untuk melihat jauh kedepan. Maka dari itu untuk memunculkan karya-karya yang inovatif, maka kita tidak hanya perlu menjadi kreatif melainkan juga kritis dengan bekal pengetahuan yang luas dan mendalam
Akhir kata, menurut saya terlepas dari kontroversi yang ada, konsep pendekatan Scientific Approach bisa kita adopsi sebagai orang tua untuk memasukkannya dalam pola asuh sehari-hari. Membiasakan anak-anak berinteraksi langsung dengan alam, lingkungan serta membiasakan melakukan pengamatan, observasi dalam setiap apa yang mereka lihat, akan merangsang pertanyaan-pertanyaan, nalar, keinginan untuk menemukan jawaban lebih dengan eksperimen, mengkomunikasikan lagi untuk memperjelas jawaban, dan seterusnya ini bisa menjadi benih-benih sikap kreatif dan kritis.

Rabu, 18 Juni 2014

ARE YOU A LEADER? YES, YOU ARE A LEADER, WE ARE A LEADER



Dari akar kata pimpin, kita dapat menemukan 2 kata baru yaitu pemimpin dan kepemimpinan. Dua kata ini selanjutnya menjadi sesuatu yang tak terpisahkan, karena dimana terdapat pemimpin disitulah kita bisa menemukan apa yang dinamakan kepemimpinan. Banyak sekali definisi tentang kepemimpinan, namun jika diambil benang merah dari kesemua defenisi tersebut, mereka selalu membicarakan kepemimpinan sebagai suatu proses, tindakan, atau karakter dan kemampuan tertentu seseorang dalam memimpin. Dari beberapa definisi yang ada, saya mencoba merangkum pengertian-pengertian tersebut dan mendefinisikan Kepemimpinan sebagai suatu proses dimana seorang pemimpin dengan kekuatan pengaruhnya mampu menggerakkan orang lain atau sekelompok orang dalam mencapai tujuan. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan adalah tindakan, dan bukanlah semata-mata sebuah jabatan. Leadership is action not position. sehingga dimanapun anda berada dan apapun kedudukan anda, anda bisa menjelma sebagai seorang pemimpin. Dapat kita simpulkan pula bahwa seorang pemimpin adalah orang yang memiliki karakter spesial sehingga dia memiliki kekuatan pengaruh yang besar (Di akhir artikel ini akan kita bahas juga tentang 5 level kepemimpinan yang akan banyak menyoroti berbagai tipe pemimpin)

Jika siapapun bisa menjelma menjadi pemimpin, lalu apakah kita juga salah satu diantara mereka ?



“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”
(Nabi Muhammad SAW)       
“Memimpin diri sendiri adalah prasyarat untuk memimpin orang lain”
(Filsuf Cina Confucius)        
“Mengenali hal-hal lain adalah kecerdasan, mengenali diri sendiri adalah kearifan sejati. Menguasai orang lain adalah suatu kekuatan, menguasai diri sendiri adalah kekuatan sejati”
(Filsuf Cina Lao Tzu)

Jika kita berbicara tentang kepemimpinan, ada baiknya kita membicarakan kepemimpinan dalam lingkup yang lebih sempit, yaitu bahwa kepemimpinan adalah fitrah setiap manusia yang ada di muka bumi. Kenapa bisa begitu ?  karena setiap manusia minimal harus dapat memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Banyak kita melihat disekitar kita seorang pemimpin yang tidak berhasil, gagal dalam kepemimpinannya, kenapa? karena mereka telah berupaya memimpin orang lain terlebih dahulu sebelum memimpin dirinya sendiri. Pada dasarnya mereka bukanlah pemimpin yang sebenarnya. Kerancuan ini disebabkan ada banyak hal yang menyebabkan seolah-olah seseorang adalah pemimpin, seperti  jabatan, anak buah,posisi dalam suatu departemen, negara  dll. Namun apakah ketika seseorang memiliki itu semua, mereka bisa disebut pemimpin? inilah yang bisa kita sebut dengan Pseudoleadership (kepemimpinan semu), karena pada dasarnya mereka bukan pemimpin yang sebenarnya, mereka hanya patut disebut manajer, boss.




 Arvan Pradiansyah dalam bukunya You are a Leader menyebutkan bahwa konsep kepemimpinan dapat dirumuskan dalam satu kalimat “Leadership is a choice”. Ketika seseorang menyadari bahwa dia dihadapkan pada pilihan maka pada saat itu juga dia telah menjadi seorang pemimpin. Kenapa begitu? Karena ketika seseorang menyadari bahwa dia mempunyai pilihan, maka seketika itu seseorang berubah dari objek menjadi subjek, dari kondisi tidak berdaya Powerless menjadi Powerful. Sebagai contoh mari kita amati kata-kata berikut : “Saya harus mengikutinya” dengan “ Saya akan mengikutinya”, kalimat kedua tampak lebih powerful dibanding kalimat pertama, tampak bahwa kita adalah yang berkuasa atas diri kita sendiri dan tidak dalam kendali orang lain, sutradara bagi kehidupan kita sendiri. Namun meskipun kita bebas menentukan pilihan tindakan kita, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi.

“ Walaupun kita bisa memilih tindakan kita, tetapi kita tidak bisa dengan bebas memilih konsekuensi tindakan kita”
(Stephen R Covey)


Jika kita mengamati disekeliling kita, maka kita akan menemukan bahwa pilihan tindakan yang dilakukan seseorang sebagai bentuk respon terhadap suatu kjadian yang dihadapinya pada umumnya berorientasi pada 4 kebutuhan di bawah ini.:

1.    Mengutamakan kebutuhan fisik, yaitu orang-orang dengan pilihan ini sangat mengutamakan hal-hal yang berbau materi, mengutamakan penampilan luar.
2.   Mengutamakan kebutuhan sosial dan emosional., yaitu orang-orang dengan pilihan pada umumnya senang bersosialisasi, bergaul, memiliki banyak kawan.
3.    Mengutamakan kebutuhan belajar, yaitu orang-orang dengan pilihan ini senantiasa tumbuh dan berkembang, mereka senantiasa melihat hidup ini sebagai kesempatan belajar. Mereka adalah Life long learner (pembelajar seumur hidup)
4.   Mengutamakan kebutuhan spiritual, yaitu orang-orang dengan pilihan ini senantiasa melakukan pencarian makna dan tujuan hidup di dunia.
        Dan orientasi pilihan mana yang terbaik? 1&2 saja tidak bisa membuat kita menjadi berkedudukan terhormat sepenuhnya , coba lihat para koruptor yang sedang mendekam di penjara. No 3&4 saja juga tidak mampu menjadikan diri kita manusia sempurna, karena  tidak bisa dipungkiri kita juga membutuhkan no1&2. Maka pilihan yang bijaksana adalah ketika kita merangkum ke4 orientasi di atas.
        Kita memang bisa memilih tindakan yang akan kita lakukan sebagai bentuk respon suatu kejadian, namun sayangnya kita tidak bisa memilih kejadian yang akan menyapa kita. Seorang pemimpin akan menyadari hal tersebut, mereka menyadari bahwa dia tidak dapat mengntrol stimulus yang masuk, tetapi dia selalu dapat mengontrol respon yang akan dia berikan, dengan demikian dia tidak akan membiarkan perasaan dan emosi mempengaruhi keputusannya.

“Ada kesenjangan atau ruang diantara stimulus dan respon, dan kunci bagi pertumbuhan maupun kebahagiaan kita adalah bagaimana kita menggunakan ruang tersebut”
(Viktor E Franki)

inti kepemimpinan adalah menyadari bahwa kita memiliki ruang diantara stimulus yang datang dan respon yang akan kita berikan, dan kita mampu menggunakan ruang tersebut untuk berpikir. Adanya kesadaran akan ruang tersebut sangatlah penting, karena itu berarti Kontrol/Pengendalian  ada di tangan kita.        
                Pada level yang lebih tinggi, seorang pemimpin tidak hanya mampu mengendalikan, mengelolah respon, tetapi mereka bertindak lebih proaktif yaitu menciptakan stimulus sendiri. Dan bagaimana menciptakan stimulus?kita bisa lakukan dengan memperluas lingkaran pengaruh kita. Semakin kita memiliki pengaruh terhadap orang disekitar kita, lingkungan sekitar kita maka stmulus bisa diciptakan. Misalkan : jika anda seorang pegawai rendahan biasa tentunya sangat susah membuat kebijakan-kebijakan terkait perusahaan tempat anda bekerja, yang mungkin secara ekonomi kebijakan itu bisa dan tepat sasaran untuk dilaksanakan. Tetapi hal ini sangan berbeda jika anda adalah salah satupimpinan di perusahaan tersebut, anda bisa membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan baru yang sangat menguntungkan perusahaan. Dalam hal ini kekuasaan bisa dipandang sebagai sesuatu yang baik bukan hal yang buruk, materialistis dsb. Nah pada level inilah pengertian kepemimpinan dalam lingkup yang lebih  luas di atas bisa terlaksana, yaitu bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana seorang pemimpin dengan kekuatan pengaruhnya mampu menggerakkan orang lain atau sekelompok orang dalam mencapai tujuan.

“If you're proactive, you don't have to wait for circumstances or other people to create perspective expanding experiences. You can consciously create your own.”
(Stephen R Covey)

nah jika sekarang kita telah sampai pada pembahasan tentang kepemimpinan dalam lingkup lebih luas (bukan sekedar sebagai fitrah manusia sebagai pemimpin diri sendiri), maka untuk lebih memahami lagi, berikut saya tampilkan 5 level kepemimpinan oleh John C Maxwell :

5 Level dalam Kepemimpinan

(John C maxwell)



Menurut Maxwell tingkatan-tingkatan ini layaknya sebuah bangunan. Setiap level yang lebih tinggi didasari level-level dibawahnya, sehingga seseorang harus melalui level-level ini layaknya sebuah anak tangga. Anda tidak bisa berada pada level ke 3 jika anda belum menguasai level 2, begitu seterusnya.  

Kepemimpin Level 1 : POSITION
Ini merupakan level terendah dalam kepemimpinan. Pada level ini seorang leader menggerakkan, mempengaruhi orang-orang berdasarkan posisinya, jabatannya. Orang-orang yang memimpin masih pada level ini lebih tepat dikatakan sebagai BOSS, MANAJER bukan sebagai seorang PEMIMPIN (LEADER), atau berdasarkan penjelasan saya di atas kita bisa menyebut posisi kepemimpinan ini sebagai  PSEUDOLEADERSHIP (Kepemimpinan semu). Pada level ini People follow because they have to, orang-orang mengikuti pemimpinnya karena mereka harus, karena mereka terikat dengan aturan-aturan institusi,kewajiban-kewajiban sebagai seorang karyawan. Nothing is wrong with having a leadership position. Everything is wrong with using position to get people to follow. Pada dasarnya tidak ada yang yang salah dengan posisi, jabatan sebagai seorang pemimpin, yang salah adalah jika kita menggunakan posisi, jabatan kita untuk mempengaruhi, menggerakkan orang lain.
Pada level ini pemimpin cenderung tidak menyukai bekerja dengan orang-orang yang lebih muda, berpendidikan tinggi, berwawasan luas, siap menjadi seorang volunteer (pemula) di setiap kondisi, kenapa ? karena mereka akan cenderung independen. Pada level ini juga seorang pemimpin akan kesusahan jika menginkan usaha ekstra, waktu ekstra dari pengikutnya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, karena pengikutnya cenderung melakukan pekerjaan sesuai apa yang menjadi kewajibannya saja sesuai aturan yang berlaku. Namun level 1 ini bisa menjadi kunci pembuka untuk menuju level-level diatasnya, sehingga jika anda merasa masih berada pada level ini segera bergerak menuju level berikutnya.

Kepemimpin Level 2 : PERMISSION
Pada level ini, sesorang sudah benar-benar membuat langkah pertamanya dalam kepemimpinan, bukan sekedar PSEUDOLEADERSHIP (Kepemimpinan semu) seperti pada level sebelumnya. Kenapa? Karena bicara tentang Leadership adalah bicara tentang pengaruh seorang leader dalam menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya, dan pada level ini seorang leader telah mampu menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya dengan pengaruhnya, yaitu relationship yang telah bangunnya. Membangun Relationship adalah fondasi yang baik untuk memimpin orang lain. Pada level ini people follow because they want to, orang-orang mengikuti pemimpinnya karena memang mereka mau melakukannya.
Ketika seseorang merasa disukai, diperhatikan, diakui keberadaannya, dipercayai, maka disnilah relationship mulai terbangun, dan mereka akan mulai bekerja bersama pemimpinnya, mengikuti arahan pemimpinnya, dan bekerja bersama tim untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tanpa paksaan dan melakukannya dengan kesadaran serta keinginan mereka sendiri.

Kepemimpinan level 3 : PRODUCTION
Pada level ini people follow because of what you have done for the organization, orang-orang akan mengikuti karena apa yang telah dihasilkan pemimpinnya, prestasi kerjanya. Seorang leader yang baik mampu membuat segalanya menjadi mungkin, dan pada level ini para pemimpin tersebut bukan hanya sekedar produktif dan penuh motivasi sebagai individu, tetapi dia juga mampu menggerakkan, suatu tim untuk menjadi produktif, mampu menyebarkan virus produktif dan motivasinya kepada orang lain, sehingga membuat tim yang dibawahinya semakin hebat dan kuat. Para pemimpin pada level ini telah mampu memberikan kontribusi-kontribusi yang bernilai bagi suatu organisasi. Kemampuan-kemampuan ini memberikan para pemimpin pada level ini kepercayaan diri, kredibilitas yang mumpuni, dan tentu saja meningkatkan pengaruhnya. Namun kecerdasan, skill yang mumpuni, dan kehebatan-kehebatan lainnya tentu belum lengkap jika kita mengabaikan faktor Relatonship yang ada pada level 2.

Kepemimpinan level 4 : PEOPLE DEVELOPMENT
Setelah melalui level ke 3, maka para pemimpin ini dapat bergerak menuju level ini. Level dimana bukan hanya prestasi kerja saja yang menjadi fokus mereka, tetapi juga bagaimana menyiapkan pemimpin-pemimpin baru. Pada era seperti saat ini being good (menjadi baik) saja tidak cukup, suatu perusahaan, institusi harus bergerak menjadi Being great (menjadi hebat), maka dari itu seorang leader harus menyiapkan pemimpin-pemimpin baru yang mumpuni untuk keberlanjutan perusahaan, untuk menuju kondisi Great company. Pada level ini pemimpin-pemimpin tersebut menginvestasikan waktu, uang, tenaga, pikirannya untuk menumbuhkan pemimpin-pemimpin baru. Mereka melihat semua orang, menilai potensinya untuk tumbuh dan memimpin dengan mengabaikan umur, pengalaman, titel,kedudukan/jabatannya. Pada level ini People follow you because of what you have done for them

Kepemimpinan level 5 : PINNACLE
Ini merupakan level tertinggi dari suatu kepemimpinan. Jarang sekali seorang pemimpin bisa sampai pada level ini. Level ini membutuhkan kemampuan leadership yang bisa dikatakan antara bakat alam dan skill yang didapat selama periode waktu yang cukup lama. Pada level ini seorang peimpin sudah memimpin dengan sangat baik dalam waktu yang lama dan meninggal kesan mendalam akan kepemimpinannya. Nama anda sudah bagaikan legend di telinga, mata banyak orang.Pada level ini  People follow because of who you are and what you represent, orang-orang mengikuti karena siapa anda.


Jadi di manakah posisi kepemimpinan anda sekarang ?


        Sekali lagi, berbicara kepemimpinan bukanlah tentang suatu jabatan atau posisi. Jabatan ataupun posisi mungkin bisa menjadi kunci menuju kesana, namun bukan selamanya hal tersebut adalah kunci utamanya. Hal terpenting adalah bagaimana anda mengembangkan diri sebaik mungkin untuk menjadi pemimpin, dan hal tersebut diawali dengan memimpin diri anda sendiri. Saran saya jika anda telah menikmati tulisan saya ini, anda bisa membaca tulisan saya sebelumnya yang cukup banyak berhubungan dengan topik ini, yaitu Re code your change DNA. Good luck.