Minggu, 29 Mei 2011

Lifestyle


                Ya…terinspirasi dari kejadian semalam, then I decide to write this. Ok harus direview dulu dimanakah saya dan apa sejarahnya. Ok saya berasal dari sebuah kota di Jawa Timur yang bisa dikatakan tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil, yaitu kota Malang….ya cukup ramai, dan sehari hari nya dulu disibukkan dengan kegiatan kantor, sehingga ritme kehidupan pun terasa sangat cepat….tiap pagi sdh buru2 membawa setumpuk buku dan kertas, mengemudi mobil pun diatur kecepatannya sesuai kemepetan jamnya dan itupun juga sering terkena macet, dll….yang jelas ritme hidup terasa cepat sekali, bahkan dulu sering merasa I need more than 24 hours a day . Dan sekarang sampailah pada suatu saat saya harus menjalankan peran sebagai istri dengan mengikuti suami ke sebuah wilayah kerjanya yaitu di sebuah PLTA terpencil di Sulawesi Selatan bernama “Bakaru”
                Dari judunya : “ PLTA” tentunya tempat ini sangat terpencil, jauh dari pemukiman penduduk, tetapi sebagai keluarga dari karyawan kami menempati suatu kompleks yang cukup lah beberapa fasilitasnya, rumah, wifi , sarana2 olah raga dll, tetapi tetap saja beberapa hal yang biasanya alami muncul di masyarakat jarang muncul di sini, misalnya : keberadaan para penjual makanan;  penjual barang dll, bahkan untuk ke pasar terdekat saja kita membutuhkan waktu 1 jam dan itupun sebuah pasar yang tidak terlalu besar dan hanya buka tiap hari Kamis dan Minggu, serta tidak menjual daging hanya hasil laut
Sehingga sampailah pada kejadian semalam yang membuat saya berpikir tentang sesuatu. Ya kemarin malam hujan cukup deras, ide memasak sudah habis, sampai tidak tahu harus makan apa…..kangen sekali dengan suara duk duk org jual bakso, nasi goreng atau teng teng suara org jual tahu tek, tahu campur dll, sampai seorang teman yang habis pulang dari Pare Pare membawa sekantung  “Pisang Molen”….ya makanan yang dulu sangat biasa dan sering terabaikan ini bahkan langsung diserbu oleh saya dan suami dengan mata berbinar, sambil berteriak…”Yezzzz ada makanan kota” hehehe antara terharu, pengen ketawa, dan pengen berpikir. Kemudian saya cek isi dompet saya, seluruh uang masih berjajar rapi, kartu debit tak pernah digunakan selama beberapa minggu ini, boro boro kartu kredit….ya intinya semua masih rapi, karena total tidak ada pengeluaran sama sekali disini kalaupun ada hanya pengeluaran untuk belanja ke pasar, kasih upah beberapa org yg dimintain bantuan, dan membeli  bbrp makanan (ada 3 pedagang makanan disini : kedai makanan sehari2, cilok, dan bakso….tapi itu pun pagi dan siang )…Saya jadi ingat dulu biasanya setiap mendekati akhir bulan (saat gajian) saya sudah selalu bingung merencanakan membeli tas, baju, asesoris dll….tetapi itu tidak berlaku disini..jangankan fashion dll,membelanjakan uang untuk makanan saja kesusahan. Yang berarti intinya terjadi perubahan “ Gaya Hidup”
Sampailah saya pada ingatan saya pada sebuah tulisan tentang “GAYA HIDUP” , bahwa dalam lingkup sosial terdapat 4 gaya hidup (Prof Sjafri Sairin ):
1.       Gaya hidup “Industri”
Yaitu sebuah gaya hidup yang mengutamakan gengsi
2.       Gaya hidup “Hedonis”
Yaitu gaya hidup yang suka berfoya-foya
3.       Gaya hidup “Pertanian”
Yaitu sebuah gaya hidup yang pas pas an.
4.       Gaya hidup “ Trible”
Yaitu sebuah gaya hidup khas pedalaman
Menurut Prof Sjafri Sairin dari UGM,  kota Malang (kota asal saya) merupakan campuran 3 gaya hidup teratas, yaitu Industri, Hedonis, dan Pertanian. Ya…kalau melihat situasinya memang tepat sekali, melihat mall berjajar, fashion selalu update, dll yang selalu up to date,….bahkan jujur saya sering mencontek fashion mahasiswa saya untuk asesoris, tas dsb. Merk merk mobil, baju, tas dll sampai tempat nongkrong pun menjadi konsentrasi tiap elemen penduduknya….dan mungkin ini jg ditandai dng ritme hidup yang terasa cepat dan selalu aktif setiap saat….namun dibeberapa tempat Gaya Hidup Pertanian juga terasan di beberapa daerah di tepian kota Malang, karena tidak bias dipungkiri dari lokasi yang sangat luas dan merupakan wilayah pegunungan, kelompok masyarakat dengan gaya hidup pertanian pasti ada
Sekarang lets talk  about Bakaru….sepertinya potensi untuk  Gaya Hidup industri dan Hidonis saya kira berpotensi bagi para pendatang yaitu karyawan setempat, tapi karena wilayah dan kondisi…maka tempat ini murni bergaya hidup pertanian, why ? ya kalau saya sebut Trible ya terlalu sadis, tidak seperti itu lah , tapi disebut pertanian  karena lokasi yang jauh dari kota. Hal ini sangat jauh berbeda jika kita bandingkan di beberapa kota besar di Indonesia (Thanks God kita punya negara luas banget dan beragam....) dimana merk, model, brand menjadi bagian dari konsentrasi penduduknya.......misalkan untuk fashion semua pada berburu merk Louis Vuitton, Chanel, Gucci, Hermes, Prada, Cristian Dior dll…duh banyak sekali bahkan ampe rela kalau tdk punya uang cukup cari bentuk ini dalam bentuk KW 2, KW3 dll.
Tetapi ini berdasarkan opini saya,  bukan hasil riset seperti yang dilakukan  di Malang, dan saya jg sebagai pengamat yang tidak terlalu paham masalah ini (karena selama ini saya  hanya berkutat pada ilmu-ilmu keuangan) dan masih mengamati dalam waktu yang tidak terlalu lama (bertahun-tahun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comments here...^^